Selasa, 22 April 2014

Leoni Fatimah (Putri Wong Kam Fu), Terpesona dengan Alunan Adzan dan Al Qur’an

Terlahir dengan nama Pek Kim Lioe, pada 22 Oktober 1953 di Batu, Malang, Jawa Timur, dalam pergaulan sehari-harinya ia dipanggil dengan nama Leoni. Kalau kemudian ia dikenal dengan nama Putri Wong Kam Fu, tidak lain karena ia adalah cucu dari seorang ahli Astrolog terkenal bernama Empeh Wong Kam Fu, yang di kemudian hari ia juga ‘mewarisi’ ilmu tersebut.
Leoni adalah putri tunggal dari pasangan Pek Sek Liang dan Ani, sebuah keluarga WNI keturunan Cina. Sejak kecil ia dididik dalam lingkungan Nasrani, mulai SD hingga SMA, tetapi mereka tinggal di perkampungan muslim. Walaupun demikian, pergaulan dan interaksi mereka dengan warga sekitarnya sangat erat. Mereka sudah menganggap keluarga Leoni seperti saudara sendiri, sehingga sejak awal ia telah merasakan adanya persamaan dan persaudaraan dalam Islam. Dan dari sini pulalah sedikit demi sedikit ia mulai mengenal ajaran mereka.
Sebelum menamatkan SMA-nya, Leoni telah dipinang dan kemudian menikah dengan Gabriel Dela Dorolatta Mustar, seorang pemuka Nasrani yang berasal dari Nganjuk. Mustar adalah seorang guru sebuah SMP di Batu, dan mereka tetap tinggal di lingkungan yang sama hingga ia mempunyai beberapa orang anak.
Suatu ketika Leoni dan suaminya sedang menonton televisi mengenai Musabaqah Tilawatil Qur'an (MTQ) yang disiarkan langsung dari kota Pontianak (Kalbar). Saat acara berlangsung, mereka menatap dengan penuh perhatian, tetapi tetap membisu saja, seolah tenggelam dalam pikiran masing-masing. Tetapi tiba-tiba suaminya berkata, "Leoni, bagaimana kalau kita masuk Islam?"
Pertanyaan yang sangat tiba-tiba ini membuat Leoni kaget, tetapi ia tetap membisu sambil menatap suaminya. Pertanyaan seperti itu sepertinya telah menjadi ‘penantiannya’ sejak lama, walau mungkin hanya tersimpan di alam bawah sadarnya. Suatu pertanyaan atau ajakan yang tanpa disadarinya sangat diharapkannya muncul. Dan ketika hal itu benar-benar terlontar, pertanyaan itu terasa memberikan kedamaian. Ada kesejukan dalam batinnya saat itu.
Sesungguhnya sudah lama Leoni merindukan sebuah kedamaian. Sebelumnya, ia pernah merasakan suatu kedamaian ketika mendengar suara adzan magrib dan subuh dari sebuah masjid yang berada tak jauh dari tempat tinggalnya. Alunan suara yang memanggil orang islam untuk segera shalat ini, sering membuatnya resah. Diam-diam ia mencari tahu, sesungguhnya rahasia apa yang ada di balik suara yang menggetarkan hatinya itu. Tanpa diketahui suaminya, ia mulai mempelajari buku-buku agama Islam yang dibelinya diam-diam. Terkadang, tanpa rasa malu dan sungkan ia mendatangi tokoh-tokoh agama di kampungnya, dan bertanya berbagai hal yang berkaitan dengan Islam.
Perubahan yang terjadi pada Leoni sepertinya tidak lepas dari perhatian kakeknya, Empeh Wong Kam Fu. Karena itu suatu kali beliau memperkenalkannya dengan Haji Masagung (almarhum), seorang pengusaha muslim keturunan Cina dan juga teman kakeknya itu sejak kecil. H Masagung memberinya dua buah buku agama yang berjudul : “Dialog Islam dan Kristen” dan “Sejarah Islam Tionghoa”.
Setelah membaca dan mempelajari dua buku itu, pengaruhnya terhadap keimanannya ternyata cukup besar. Tetapi semua kegiatannya (mempelajari Islam) dan perubahan perasaannya (terhadap keimanannya) sengaja disembunyikannya. Tak pernah sedikitpun ia membicarakannya dengan suaminya, karena ingin menjaga perasaannya. Bagaimanapun juga suaminya itu berasal dari keluarga Nashrani yang terkemuka, tentunya apa yang dilakukan dan dirasakannya itu akan ‘mencoreng’ nama baik keluarga besarnya.
Rasa simpati kepada orang Islam dan ajarannya makin tak tertahankan ketika kakeknya, Empeh Wong Kam Fu meninggal dunia. Kendati kakeknya seorang Tionghoa yang beragama lain, ternyata yang datang melayat dan membantu mengurus jenazah justru orang Islam setempat. Mereka dengan sukarela dan ikhlas membantu tanpa melihat latar belakang suku dan agama. Hatinya makin terpesona dengan kekerabatan orang Islam setempat. Rasanya, saat itu juga ia ingin mengutarakan kepada suaminya, apa yang selama ini dipendamnya, tetapi ia masih bisa menahannya.
Ternyata suaminya diam-diam juga mengamati kegiatan orang Islam di sekitar rumah tinggalnya. Ia sangat terharu pada keikhlasan masyarakat dalam membantu keluarga besar istrinya yang tengah mendapat musibah. Puncaknya, adalah ketika ia mendengarkan lantunan ayat-ayat suci Al Qur’an saat menonton siaran MTQ Nasional di Pontianak melalui tayangan televisi, kemudian melontarkan ajakan untuk memeluk Islam kepada Leoni.
Tentu saja Leoni menyambut gembira ajakan suaminya itu, dan ia menyampaikan apa yang selama ini tersimpan dalam perasaannya. Akhirnya mereka berdua sepakat untuk menemui Haji Masagung. Tetapi sesampainya di Jakarta, mereka tidak mendapat sambutan ‘gegap gempita’ dari beliau sebagaimana membludaknya perasaan dan semangat mereka untuk memeluk Islam. Dengan tenang beliau berkata, "Bila hendak menjadi seorang muslim sejati, syaratnya harus berani menderita dan mati atas nama Islam. Dan, kalau kalian mau masuk Islam, tak perlu jauh-jauh ke Jakarta. Cukup melalui KUA (Kantor Urusan Agama) setempat saja."
Setelah bertemu Haji Masagung dan mendapat nasehat-nasehat yang cukup menyejukkan hati, mereka segera pulang ke Malang. Sesuai saran teman kakeknya itu, mereka menemui Pak Kasdri, modin (modin=imamud-diin, pimpinan agama) yang juga menjadi muadzdzin di masjid. Kedatangan mereka disambut dengan sukacita. Wajah Pak Kasdri berseri-seri saat mendengar niat kami masuk Islam. Esok harinya, Pak Kasdri mengajak mereka ke kantor KUA Kecamatan Batu. Disana kami dipertemukan dengan staf KUA, Bapak Nursyasin Masdrah. Oleh beliau mereka diimbau untuk berpikir dan mempertimbangkan masak-masak. Namun, keinginan untuk masuk Islam sudah menggebu-gebu, terutama suaminya. Ia langsung menanyakan berbagai hal kepada Pak Nuryasin. Semua pertanyaan suaminya dijawab dengan sabar olehnya.
Untuk memantapkan hati, mereka terus berdialog dengan Pak Kasdri dan seorang ulama dan tokoh Islam di Malang, KH Suyuthi Dahlan (Almarhum). Sebagai orang tua, mereka juga memberitahukan dan mengajak anak-anaknya untuk memeluk Islam. Ajakan itu ternyata direspon positif oleh anak-anaknya, dan mereka bersedia untuk memeluk Islam bersama orang tuanya.
Setelah beberapa kali berkonsultasi, akhirnya taufik dan hidayah itu datang juga memantapkan mereka untuk memeluk Islam. Sebelum mengucapkan syahadat, mereka sekeluarga mempersiapkan diri. Leoni membersihkan seluruh tubuhnya, begitu juga dengan suami dan anak-anaknya. Leoni mengenakan kain panjang dan baju kebaya tertutup dan memakai kerudung. Suaminya mengenakan kain sarung, baju putih lengan panjang dan kopiah. Demikian juga dengan anak-anaknya. Tepat bakda (setelah) shalat Jumat, di Masjid an-Nur, Kidul Pasar Malang, pada tanggal 12 Juli 1985, mereka sekeluarga dibimbing KH Suyuthi Dahlan, mengucapkan ikrar dua kalimat syahadat. Sungguh, Leoni tak dapat menahan rasa harunya, tanpa terasa air matanya menetes. Ia sangat bersyukur, dan tiba-tiba saja hatinya yang selama ini gelisah menjadi damai.
 Setelah menjadi seorang muslimah, namanya diganti menjadi Fatimah, nama pemberian itu digabungkan dengan nama lamanya, sehingga menjadi Leoni Fatimah. Nama suaminya diganti menjadi Mohammad Mustar. Keharuan kian menjadi setelah ikrar selesai, Pak Kasdri memberi selembar sejadah kepadanya, dan HA Zalaroa, memberi suaminya kopiah. Para tetangga menyambut gembira dan bersyukur atas keislaman mereka sekeluarga. Untuk menambah dan memperkokoh keimanan, Leoni bersama suami dan anak-anaknya mulai aktif belajar membaca dan menulis Al-Qur'an serta mengikuti berbagai pengajian. Leoni mendirikan mushala di rumah untuk shalat berjamaah, dan pada tahun 1987 ia dapat menunaikan ibadah Haji.
Leoni mulai aktif berdakwah setelah terpilih menjadi Ketua Yayasan Karim Oei Jawa Timur, pada 26 November 1995. Dalam memimpin yayasan ini ia mencanangkan salah satu program untuk mengajak warga keturunan untuk mengenal dan memahami Islam secara lebih mendalam, yaitu lewat kegiatan rutin belajar membaca dan menulis Al-Qur'an dan berbagai macam pengajian.

Disunting dari : Putri Wong Kam Fu (Pek Kim Lioe) : Tergugah Acara MTQ Nasional
Swaramuslim.net, Journey to Islam, 01 Nov 2003 - 11:03 pm (1.005)

1 komentar: