Senin, 13 Oktober 2014

Muhammad Syafii Antonio, MSc. (d/h Nio Cwan Chung), Menjadi Muslim, dari Ikutan Menuju Pemahaman Ilmiah

Lahir di Sukabumi, Jawa Barat, tanggal 12 mei 1965, dengan nama asli Nio Cwan Chung, jelas bahwa Muhammad Syafii Antonio adalah seorang WNI keturunan Tionghoa. Sejak kecil ia mengenal dan menganut ajaran Konghucu, karena ayahnya seorang pendeta Konghucu. Selain mengenal ajaran Konghucu, ia juga mengenal ajaran Islam melalui pergaulan di lingkungan rumah dan sekolahnya. Ia sering memperhatikan cara-cara ibadah orang-orang muslim, dan karena terlalu sering memperhatikan, tanpa sadar ia suka melakukan shalat secara diam-diam. Kegiatan ibadah orang lain ini dilakukannya walaupun ia belum mengikrarkan diri menjadi seorang muslim.
Sebenarnya kehidupan keluarganya memberikan kebebasan dalam memilih agama, tetapi ayahnya membenci Agama Islam. Sikap ayahnya ini berangkat dari image dan gambaran buruk terhadap pemeluk Islam. Ayahnya sebenarnya melihat ajaran Islam itu bagus, apalagi dilihat dari sisi Al Qur’an dan Al Hadits. Tetapi ayahnya sangat heran pada pemeluknya yang tidak mencerminkan kesempurnaan ajaran agamanya. Gambaran buruk tentang kaum muslimin itu menurut ayahnya terlihat dari banyaknya umat Islam yang berada dalam kemiskinan, keterbelakangan, dan kebodohan. Bahkan, sampai mencuri sandal di mushola pun dilakukan oleh umat Islam sendiri. Jadi keindahan dan kebagusan ajaran Islam dinodai oleh perilaku umatnya yang kurang baik.
Walau telah ‘terbiasa’ melakukan ibadah kaum muslimin secara diam-diam, pada perkembangannya Nio Cwan Chung lebih memilih memeluk agama Kristen Protestan, dan berganti nama menjadi Pilot Sagaran Antonio. Kepindahan keyakinannya ke agama Kristen Protestan tidak membuat ayahnya marah. Mungkin akan berbeda ceritanya jika saat itu ia memilih untuk memeluk Islam, ayah pasti akan sangat kecewa.
Kendati demikian buruknya citra kaum muslimin di mata ayahnya, hal itu tidak membuat ia kendur untuk mengetahui lebih jauh tentang agama Islam. Untuk mengetahui agama Islam lebih mendalam, ia mencoba mengkaji Islam secara komparatif (perbandingan) dengan agama-agama lain. Dalam melakukan studi perbandingan ini ia menggunakan tiga pendekatan, yakni pendekatan sejarah, pendekatan alamiah, dan pendekatan nalar rasio biasa. Sengaja ia tidak menggunakan pendekatan kitab-kitab suci agar dapat mengetahui hasilnya secara obyektif.
Berdasarkan tiga pendekatan itu, ia melihat Islam benar-benar agama yang mudah dipahami ketimbang agama-agama lain. Dalam Islam saya temukan bahwa semua rasul yang diutus Tuhan ke muka bumi mengajarkan risalah yang satu, yaitu Tauhid. Selain itu, saya sangat tertarik pada kitab suci umat Islam, yaitu Al-Qur’an. Kitab suci ini penuh dengan kemukjizatan, baik ditinjau dari sisi bahasa, tatanan kata, isi, berita, keteraturan sastra, data-data ilmiah, dan berbagai aspek lainnya.
Ajaran Islam juga memiliki system nilai yang sangat lengkap dan komprehensif, meliputi system tatanan akidah, kepercayaan, dan tidak perlu perantara dalam beribadah. Dibanding agama lain, ibadah dalam Islam diartikan secara universal. Artinya, semua yang dilakukan baik ritual, rumah tangga, ekonomi, sosial, maupun budaya, selama tidak menyimpang dan untuk meninggikan syiar Allah, nilainya adalah ibadah. Selain itu, dibanding agama lain, terbukti tidak ada agama yang memiliki system selengkap agama Islam. Hasil dari studi banding inilah yang memantapkan hati saya untuk segera memutuskan bahwa Islam adalah agama yang dapat menjawab persoalan hidup.
Setelah melakukan perenungan untuk memantapkan hati, maka pada tahun 1984, yakni saat usianya mencapai 17 tahun dan masih duduk di bangku SMA, ia memutuskan untuk memeluk agama Islam. Ia dibimbing oleh KH Abdullah bin Nuh al-Ghazali untuk mengucapkan ikrar dua kalimat syahadat, dan namanya diganti menjadi Muhammad Syafii Antonio.
Keputusan yang diambilnya untuk menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW ternyata mendapat tantangan dari pihak keluarga. Ia dikucilkan dan diusir dari rumah, jika pulang, pintu rumahnya selalu tertutup dan terkunci. Bahkan pada waktu shalat, kain sarungnya sering diludahi. Perlakuan keluarga terhadap dirinya tidak dihadapinya dengan kemarahan, tapi dengan kesabaran dan perilaku yang santun. Ini sudah menjadi konsekuensi dari keputusan yang diambilnya.  Perlahan tetapi pasti, perlakuan dan sikap yang diteladaninya dari Nabi Muhammad SAW ini membuahkan hasil terhadap mereka. Tak lama kemudian mamanya menyusul jejaknya menjadi pemeluk Agama Islam.
Setelah mengikrarkan diri, ia terus mempelajari Islam, mulai dari membaca buku, diskusi, dan sebagainya. Ia juga mempelajari bahasa Arab di Pesantren an-Nidzom, Sukabumi, dibawah pimpinan K.H.Abdullah Muchtar. Setelah lulus SMA, ia melanjutkan ke ITB dan IKIP, tapi kemudian pindah ke IAIN Syarif Hidayatullah. Itupun tidak lama, kemudian ia melanjutkan sekolah ke University of Yourdan (Yordania). Selesai studi S1, ia melanjutkan program S2 di International Islamic University (IIU) di Malaysia, khusus mempelajari ekonomi Islam.
Selesai studi, ia bekerja dan mengajar pada beberapa universitas. Segala aktivitas sengaja ia arahkan pada bidang agama. Untuk membantu saudara-saudara muslim dari etnis Tionghoa, ia aktif pada Yayasan Haji Karim Oei. Di yayasan inilah para mualaf mendapat informasi dan pembinaan. Mulai dari bimbingan shalat, membaca Al-Qur’an, diskusi, ceramah, dan kajian Islam, hingga informasi mengenai agama Islam.

Disunting dari : Ekonom Islam : Muhammad Syafii Antonio, MSc. (d/h Nio Cwan Chung)
Swaramuslim.net, Journey to Islam, 26 Jul 2005 - 12:10 am (1.086)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar