Kisah keislamannya ini berawal
ketika tokoh-tokoh kafir Quraisy seperti Abu Jahal bin Hisyam, Uqbah bin Nafik
dan lain-lainnya gagal membunuh Nabi SAW, sementara dakwah islam semakin
meluas, dan beberapa orang sahabat berhasil hijrah ke Habsyi, dan beribadah
dengan tenang di bawah lindungan Raja Najasyi. Sebagai jagoan terkuat di
Makkah, Umar merasa harus ia sendiri yang membunuh Muhammad, yang dianggapnya
telah murtad dan memecah belah kaum Quraisy serta memaki dan menghina agama
nenek moyangnya.
Umar berniat pergi ke rumah Al
Arqam, tempat Nabi SAW mengajarkan Islam kepada sahabat-sahabat beliau. Di
tengah perjalanan ia bertemu Nu'aim bin Abdullah, yang menanyakan kepergiannya
dengan pedang terhunus. Begitu mengetahui niatnya untuk membunuh Rasullullah
SAW, Nu'aim justru mencela Umar, "Hendaknya engkau meluruskan urusan
keluargamu dulu sebelum urusan Bani Manaf. Sesungguhnya adikmu sendiri Fathimah
binti Khaththab dan suaminya yang juga anak pamanmu, Sa'id bin Zaid telah
mengikuti ajaran Muhammad, merekalah yang harus engkau selesaikan
urusannya."
Betapa geramnya Umar mendengar
penjelasan Nu'aim bin Abdullah, dibelokkanlah langkahnya menuju rumah Sa'id bin
Zaid dengan kemarahan yang memuncak. Saat itu, di rumah Sa'id juga ada Khabbab
ibnu Aratt yang sedang mengajarkan ayat-ayat Al Qur'an pada mereka. Mendengar
kedatangan Umar, Khabbab langsung bersembunyi, Sa'id membukakan pintu dan
Fathimah menyembunyikan lembaran mushaf Al Qur'an.
Begitu melihat Sa'id, kemarahan
Umar tidak bisa dibendung lagi, seolah kemarahannya kepada Nabi SAW ditumpahkan
semua kepada adik iparnya tersebut. Dibentaknya Sa''id sebagai murtad dan
memukulnya hingga terjatuh. Fathimah mendekat untuk membela suaminya, tapi
dipukul oleh Umar pada wajahnya. Sungguh keadaan yang mengenaskan dan
membahayakan bagi kedua suami istri tsb. Umar sudah menduduki dada Sa’id, satu
pukulan telak dari jagoan Ukazh itu bisa jadi akan membunuhnya.
Namun tiba-tiba terdengar pekikan
keras dari Fathimah, "Hai musuh Allah, kamu berani memukul saya karena
saya beriman kepada Allah…! Hai Umar, perbuatlah apa yang engkau suka, karena
saya akan tetap bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah, dan bahwa Muhammad
adalah Rasullullah…!"
Umar tersentak bagai disengat
listrik, pekikan itu seakan menembus ulu hatinya…terkejut dan heran. Umar bin
Khaththab adalah seorang lelaki yang sering dilukiskan sebagai : "Jika ia
berbicara, maka orang akan terpaksa mendengarkannya, jika berjalan, langkahnya
cepat bagai dikejar orang, jika berkelahi maka pukulannya adalah pukulan maut
yang mematikan."
Tetapi ternyata ada orang yang
berani menentangnya, seorang wanita lagi, dan adiknya pula, kekuatan apa yang
bisa membuatnya berani menentang kalau tidak kekuatan yang maha hebat, kekuatan
iman…mulailah percik hidayah menghampirinya. Kemarahannya mereda, dimintanya
lembar-lembar Al Qur'an yang dipegang Fathimah, tetapi sekali lagi jagoan duel
di Pasar Ukazh ini seakan tak berkutik ketika adiknya tsb. Berkata dengan
tegas, "Tidak mungkin, ia tidak boleh disentuh kecuali oleh orang-orang
yang suci! Pergilah, mandilahlah dan bersuci..!!”
Bagai anak kecil yang penurut,
Umarpun berlalu, sesaat kemudian kembali dengan jenggot yang mengucurkan air.
Diberikanlah lembaran mushaf yang berisi Surah Thaha ayat 1 - 6. Makin kuatlah
hidayah Allah membuka mata hatinya. Setelah ayat-ayat tersebut dibacanya,
meluncurlah kata-kata dari mulutnya, "Tidak pantas bagi Allah yang ayat-ayatnya
sebegini indahnya, sebegini mulianya mempunyai sekutu yang harus disembah,
tunjukkanlah padaku dimana Muhammad?"
Sebuah pernyataan yang menunjukkan
perubahan sikap dan keyakinannya selama ini terhadap Nabi SAW. Khabbab bin
Aratt pun keluar dari persembunyiannya dan berkata, "Bergembiralah Umar,
sesungguhnya Nabi telah bersabda tentang dirimu, Beliau berdoa : Ya Allah,
kuatkanlah Islam dengan salah satu dari dua Umar, Umar bin Hisyam (Abu Jahal)
atau Umar bin Khaththab, dan engkau dipilih Allah untuk memperkuat Islam."
Khabbab mengantarkan Umar ke rumah
Al Arqam di dekat Shafa. Di sana
ia ditemui Nabi SAW, Beliau memegang ujung baju Umar dan berkata, "Masuklah kamu ke dalam Islam wahai Ibnu
Al Khaththab. Ya Allah, berilah hidayah kepadanya!"
Umar pun bersyahadat, maka
bertakbirlah para sahabat yang hadir, dengan takbir yang bisa didengar hingga
sepanjang jalan di kota
Mekkah, bahkan juga sampai ke Ka.bah. Benarlah doa Nabi SAW, keislaman Umar
mengguncangkan kaum musyrik dan menorehkan kehinaan bagi mereka, tetapi
sebaliknya memberikan kehormatan, kekuatan dan kegembiraan bagi orang muslim.
Tidak seperti muallaf sebelumnya
yang umumnya menyembunyikan keislamannya, Umar sebaliknya. Diingatnya siapa
yang paling memusuhi Nabi SAW, siapa lagi kalau bukan Abu Jahal. Umar
mendatangi rumahnya dan menggebrak pintunya. Begitu Abu Jahal keluar, Umar
memberitahukan keislamannya, Abu Jahal menutup pintu dan masuk kembali ke
rumahnya. Begitupun ketika diberitahukan kepada pamannya, Al Ash bin Hasyim,
dia justru masuk ke rumah. Biasanya mereka berdua ini kalau bertemu dengan
orang yang masuk Islam, mereka menangkap dan menyiksanya.
Ketika kembali kepada Nabi SAW,
Umar menginginkan orang-orang Islam untuk tidak sembunyi-sembunyi lagi karena
menurut pendapatnya, mereka ini dalam kebenaran, hidup ataupun mati.
Pendapatnya ini dibenarkan oleh Nabi SAW dan beliau menyetujui keinginan Umar.
Beliau mengeluarkan orang-orang muslim dalam dua kelompok, kelompok pertama
dipimpin Hamzah, yang telah memeluk Islam tiga hari mendahului Umar, dan
kelompok kedua dipimpin Umar sendiri.
Orang-orang musyrik hanya terpana tidak berani berbuat apa-apa
seperti sebelumnya, tampak jelas kesedihan di mata mereka. Karena itulah
Rasulullah menggelari Umar dengan Al Faruq, pemisah antara yang haq dan yang
bathil. Sejak saat itu orang orang Islam bisa beribadah dan membuat majelis di
dekat Ka'bah, thawaf dan berdakwah, serta melakukan pencegahan terhadap
siksaan-siksaan.
Disunting dari : Umar bin Khaththab al
Faruq RA, Khulafaur Rasyidin Ke Dua
Blog : Percik Sahabat Nabi SAW,
www.PercikSahabatNabi.Blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar